BAB I PENDAHULUAN
Tidak semua hal yang diketahui
didapatkan karena dipelajari, tetapi kita mewarisi sejumlah kemampuan, beberapa
kemampuan merupakan pembawaan sejak lahir, tidak dipelajari. Sebagai contoh,
kita tidak harus diajari caranya menelan, cara menghindari kebisingan, atau
untuk berkedip saat sebuah objek berada terlalu dekat dengan mata. Akan tetapi
sebagian besar perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor keturunan
saja. Ketika anak-anak menggunakan komputer dengan cara baru, bekerja lebih
keras untuk memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan yang lebih baik,
menjelaskan jawaban dalam cara yang lebih logis, atau mendengarkan dengan
perhatian lebih maka pengalaman belajar sedang terjadi.
Lingkup pembelajaran sangat luas.
Belajar melibatkan perilaku akademik dan perilaku non akademik. Hal itu terjadi
di sekolah dan dimanapun anak-anak mendapatkan pengalaman di dunia mereka. Kesimpulannya
adalah pembelajaran tidak melibatkan perilaku bawaan sejak lahir. Pembelajaran
adalah sebuah perubahan yang permanen dalam perilaku, pengetahuan, dan
ketrampilan kognitif yang terjadi melalui pengalaman. Pengalaman adalah guru
yang terbaik.
A. Pendekatan terhadap Pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran dibagi
menjadi 2, yaitu pendekatan ilmu perilaku dan pendekatan kognitif. Pedekatan
ilmu perilaku biasa disebut behaviorisme merupakan pandangan bahwa perilaku
harus dijelaskan oleh pengalaman-pengalaman yang dapat diamati, tidak dengan
proses mental. Perilaku adalah setiap hal yang dilakukan, baik secara verbal
maupun nonverbal, yang dapat diamati secara langsung. Proses mental didefinisikan oleh para
psikolog sebagai pemikiran, perasaan, motif yang dialami setiap orang, tetapi
tidak dapat diamati oleh orang lain. Behaviorisme adalah pandangan bahwa
perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman-pengalaman yang dapat diamati
secara langsung, tidak dengan proses mental. Pengondisian klasik dan
pengondisian operan merupakan pandangan ilmu perilaku yang menekankan
pembelajaran asosiatif. Psikologi menjadi lebih bersifat kognitif pada abad
keduapuluh dan penekanan kognitif terus berlanjut hingga hari ini. Hal itu
tercermin dari empat pendekatan kognitif terhadap pembelajaran;
diantaranya (1). Pendekatan kognitif
sosial yang menekankan pada interaksi dari perilaku, lingkungan, dan
orang/kognisi dalam menjelaskan pembelajaran. (2) pendekatan pemroses informasi
berfokus pada cara-anak-anak memproses informasi melalui perhatian, memori,
pemikiran, dan proses kognitif lainnya. (3) pendekatan konstruktivis kognitif
menekankan kontruksi pengetahuan dan pemahaman dari anak. (4) Pendekatan
konstruktivis sosial berfokus pada kolaburasi dengan orang lain untuk
menghasilkan pengetahuan dan pemahaman.
B. Pendekatan Ilmu Perilaku Terhadap Pembelajaran.
Pendekatan
ilmu perilaku terhadap pembelajaran ada 2, yaitu;
1. Pengondisian klasik
Dalam
pengondisian klasik, organisme belajar untuk menghubungkan, atau mengasosiasi
stimulus. Sebuah stimulus netral menjadi diasosiasikan dengan sebuah stimulus
yang mempunyai arti dan mendapatkan kapasitas untuk mendatangkan respon yang
serupa. Ada 4 faktor dalam pengondisian klasik; (1) Stimulasi tidak terkondisi
(unconditioned stimulus-UCS), (2) Stimulus terkondisi (conditioned
stimulus-CS), (3). respons tidak terkondisi (unconditioned response-UCR), dan
respon terkondisi (conditioned response-CR). Pengondisian klasik juga
melibatkan generalisasi, diskriminasi, dan extinction. Generalisasi
adalah kecenderungan dari stimulus baru yang mirip dengan stimulus terkondisi
asli untuk menghasilkan respon yang serupa. Diskriminasi timbul ketika ketika
organisme merespon stimulus tertentu dan tidak pada stimulus lainnya.
Extinction melibatkan pelemahan dari CR dalam ketiadaan UCS. Pengondisian
klasik lebih baik dalam menjelaskan perilaku yang tidak disengaja daripada
perilaku yang disengaja.
2.
Pengondisian
Operan
Pengondisian ini disebut juga pengondisian
intrumental, konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam peluang
perilaku tersebut akan terjadi. Tokoh utama pengondisian operan adalah
B.F.Skinner sehingga pandanganya dinamakan teori S-R. Skinner yang
mengembangkan gagasan Thorndike yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti
oleh hasil positif akan diperkuat, perilaku yang diikuti. Penguatan
(penghargaan) adalah konsekuensi (apakah positif atau negatif) yang
meningkatkan peluang terjadinya sebuah perilaku, sedangkan hukuman adalah konsekuensi
yang menurunkan peluang perilaku yang akan terjadi. Dalam penguatan positif,
suatu perilaku meningkat karena diikuti oleh stimulus yang disukai (seperti
pujian). Dalam penguatan negatif, suatu perilaku meningkat karena respons
menghilangkan stimulus yang tidak disukai (tidak menyenangkan).
C. Analisis Ilmu Perilaku Terapan Dalam Pendidikan
Analisis
ilmu perilaku terapan melibatkan penerapan prinsip-prinsip pengondisian operan
untuk mengubah perilaku manusia. Analisis perilaku terapan merekomendasikan
bahwa sebuah penguat haruslah mempunyai hubungan ketergantungan yaitu diberikan
pada waktu yang tepat dan hanya jika siswa menampilkan perilaku tersebut. Skinner
mendeskripsikan sejumlah jadwal penguatan. Sebagian besar penguatan dalam kelas
adalah parsial. Skinner mendeskripsikan empat jadwal penguatan parsial:rasio
tetap, rasio variabel, interval tetap dan interval variabel. Arahan adalah
sebuah stimulus tambahan atau petunjuk yang meningkatkan kemungkinan bahwa
sebuah stimulus tambahan atau petunjuk yang meningkatkan kemungkinan bahwa
sebuah stimulus diskriminatif akan menghasilkan respon yang diinginkan.
Strategi-strategi
untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan meliputi penggunaan penguatan
diferensial, menghapuskan penguatan, menghilangkan stimulus yang diinginkan,
dan menghadirkan stimulus yang tidak disukai. Dalam penguatan diferinsial, guru
dapat memperkuat perilaku yang lebih pantas atau yang tidak sesuai dengan apa
yang dilakukan siswa. Strategi kedua adalah biaya respons (response cost), yang
terjadi ketika sebuah penguatan positif, seperti hak istimewa, diambil dari
siswa. Stimulus yang tidak disukai menjadi hukuman hanya jika hal tersebut
menurunkan perilaku. Bentuk hukuman yang paling umum dalam kelas adalah teguran
verbal. Hukuman seharusnya hanya digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dibarengi dengan penguatan terhadap respon yang diinginkan. Hukuman fisik
seharusnya tidak digunakan dalam kelas. Jika digunakan secara efektif,
teknik-teknik ilmu perilaku dapat membantu guru mengatur kelas. Banyak kritik
mengatakan bahwa pendekatan ini menempatkan terlalu banyak tekanan pada kendali
eksternal dan tidak cukup banyak pada kendali internal. Pengabaian terhadap
faktor-faktor kognitif berarti gagal untuk mencakup sebagian besar kekayaan
dari kehidupan siswa.
D. Pendekatan
Kognitif Sosial Terhadap Pembelajaran
Albert
Bandura tokoh utama dari teori kognitif membagi diterminisme pembelajaran
menjadi faktor utama, yaitu orang/kognisi, perilaku, dan lingkungan. Faktor
orang/kognisi yang ditekankan bandura adalah efikasi diri, keyakinan bahwa
seseorang dapat menguasai sebuah situasi dan mendapatkan hasil positif.
Pembelajaran
observasional adalah pembelajaran yang meliputi perolehan ketrampilan,
strategi, dan keyakinan dengan mengamati orang lain. Dalam eksperimen bandura
mengilustrasikan cara pembelajaran observasional dapat terjadi bahkan dengan
melihat seorang model yang tidak diperkuat atau dihukum. Eksperimen bandura
juga mendemonstrasikan perbedaan antara pembelajaran dan pelaksanaan. Bandura
berfokus pada proses-proses tertentu yang terlibat dalam pembelajaran observasional.
Hal itu termasuk perhatian, penyimpanan, produksi, dan motivasi.
Metode
intruksi diri adalah teknik perilaku kognitif yang diarahkan untuk mengajar
individu untuk memodifikasi perilaku mereka sendiri. Dalam banyak kasus,
direkomendasikan bahwa siswa mengganti pernyataan diri yang negatif dengan yang
positif. Penganut behaviorisme kognitif meyakini bahwa siswa dapat memperbaiki
kinerja mereka dengan memantau perilaku mereka. Pembelajaran dengan pengaturan
diri terdiri atas pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran, perasaan,
dan perilaku untuk mencapai suatu sasaran.
Pendekatan
kognitif sosial telah secara signifikan mengembangkan cakupan pembelajaran,
meliputi faktor-faktor kognitif dan sosial, selain perilaku. Konsep
pembelajaran observasional adalah konsep yang penting dan sejumlah besar
pembelajaran dalam kelas terjadi cara ini. Kritik terhadap pembelajaran
kognitif dan sosial bahwa menempatkan penekanan terlalu besar pada perilaku dan
faktor-faktor eksternal dan tidak cukup detil proses kognitif
Pembelajaran Kimia
Ilmu
kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang memiliki
peran sejajar dengan cabang-cabang IPA lainnya, seperti fisika, biologi,
geologi, dan astronomi. Realita, menunjukkan bahwa minat siswa terhadap
pelajaran kimia pada umumnya rendah. Rendahnya minat siswa terhadap pelajaran
kimia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: cara penyajian ilmu kimia
dalam buku-buku teks, cara pembelajaran kimia yang dilakukan oleh guru,
informasi publik yang diterima siswa, dan tujuan atau sasaran siswa belajar
kimia. Materi peranan ilmu kimia dalam kehidupan kurang mendapat perhatian
serius bagi para guru yang mengajar di kelas I atau kelas X untuk diperkenalkan
secara baik bagi siswa yang baru pertama kalinya belajar kimia. Akibatnya,
peserta didik tidak mendapat wawasan yang memadai tentang eksistensi pelajaran
kimia.
Dalam
pelaksanaan pembelajaran, kebanyakan guru hanya mengikuti isi buku dan kurang
mengaitkan materi-materi yang dibahas dengan realita kehidupan yang terkait.
Terkadang, guru sebaliknya justru kurang suka mengajarkan kimia pada siswa yang
belum masuk kelompok peminatan. Tentu hal tersebut dapat dilihat sebagai
kekeliruan pertama yang dilakukan guru yang menyebabkan siswa tidak berminat
terhadap pelajaran kimia karena tidak melihat manfaat kimia secara jelas. Selain
itu banyak informsi publik tentang kimia yang disajikan media masa lebih banyak
memberitakan aspek negatif dari bahan kimia dibandingkan dengan aspek
positifnya.
Kurikulum
2013 merekomendasikan pelaksanaan pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran di
tingkat pendidikan dasar dan menengah dilakukan dengan pendekatan ilmiah
(scientific approach). Pendekatan tersebut merupakan bagian integral dari
pembelajaran ilmu kimia karena ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari
sains.
Sains
selain didefisinikan sebagai bidang ilmu, seperti fisika, kimia, biologi,
geologi, dan astronomi, juga didefinisikan sebagai cara belajar yang dikenal
dengan metode ilmiah (scientific methods). Metode ilmiah adalah cara untuk
menemukan atau memverifikasi informasi atau data yang dilakukan melalui
serangkaian kegiatan yang juga dikenal dengan kegiatan ilmiah (scientific
activity) (Subagia, 2006). Selain menggunakan metode ilmiah, pembelajaran kimia
juga memerlukan sikap ilmiah (scientific attitude) dan keterampilan ilmiah
(scientific skills). Metode ilmiah, sikap ilmiah, dan keterampilan ilmiah
merupakan tiga unsur penting dalam pendekatan ilmiah. Ketiga unsur tersebut
dapat saling mempengaruhi dalam implementasinya. Artinya, kesuksesan penggunaan
metode ilmiah didukung oleh kepemilikan sikap ilmiah dan keterampilan ilmiah
peserta didik. Demikian juga sebaliknya, penggunaan metode ilmiah dalam
pembelajaran bermanfaat untuk memfasilitasi pembentukan sikap ilmiah dan
keterampilan ilmiah peserta didik. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
pembelajaran ilmu kimia didukung oleh sikap ilmiah dan keterampilan ilmiah peserta
didik dan dapat digunakan sebagai wahana pengembangan sikap ilmiah dan keterampilan ilmiah
peserta didik.
BAB II PEMBAHASAN
Pelajaran kimia merupakan pelajaran baru bagi kelas 1 atau kelas X
SMA, tentunya hal baru bagi siswa menjadikan ketakutan sendiri untuk siswa yang
sebelumnya mendapatkan informasi negatif terkait pelajaran kimia, seperti
pelajaran kimia itu susah dan rumit. Untuk siswa yang terlebih dahulu
mendapatkan informasi negatif maka akan mengalami kesulitan dalam mempelajari
kimia. Beda halnya dengan siswa yang sebelumnya telah mendapatkan informasi
positif tentang pelajaran atau ilmu kimia maka akan dengan mudah mempelajari
ilmu kimia. Hal itu sejalan dengan teori Skinner yang merupakan pengembangan
dari gagasan Thorndike yang menyatakan bahwa perilaku yang
diikuti oleh hasil positif akan diperkuat. Dalam penguatan positif, suatu
perilaku meningkat karena diikuti oleh stimulus yang disukai. Dan sebaliknya
perilaku yang diikuti hasil negatif akan melemahkan stimulus.
Selain itu untuk bisa membangkitkan stimulus positif siswa dalam
pembelajaran maka diharapkan seorang guru atau pendidik bisa membuat suasana
pembelajaran kimia menyenangkan. Apabila ada siswa yang bisa menjawab suatu
pertanyaan yang dilontarkan diberikan penghargaan (misalnya pujian) dan
menghindari pemberian hukuman fisik dalam kelas apabila ada siswa yang membuat
kesalahan tetapi memberikan teguran walaupun dalam bentuk verbal.
Teori kognisi sosial Bandura juga bisa diadopsi untuk pembelajaran
kimia di kelas. Teori ini lebih mengedepankan pembelajaran observasional yaitu
memperoleh ketrampilan, strategi, dan keyakinan dengan mengamati orang lain.
Hal itu diperlukan karena dalam mempelajari ilmu kimia selain mempelajari dalam
proses belajar mengajar juga diperlukan praktek di laboratotium untuk
memperkuat materi yang didapat. Dalam praktikum biasanya siswa mengamati
terlebih dahulu sebelum melakukannya sendiri. Hal itu sesuai dengan teori
kognisi Bandura.
DAFTAR
PUSTAKA
Angelina, J. W. (2012). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Subagia, I. W. (2014). PARADIGMA BARU PEMBELAJARAN KIMIA SMA.
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV, 152-153.
Komentar
Posting Komentar