oleh Muhammad Fajar Suminto
Dalam bukunya The Critique od Pure Reason Immanuel kant membagi pengetahuan menjadi 2 yaitu pengetahuan murni dan pengetahuan empiris. Disebutkan bahwa pengetahuan itu didapatkan dari pemahaman dan pengalaman. Pengetahuan yang berasal dari pemahaman biasa disebut apriori, yang bisa mengetahui berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan pengetahuan yang harus mengalaminya sendiri disebut aposteriori. Pengalaman apriori itupun dibagi 2, apriori murni dan apriori tidak murni. Apriori murni adalah pengetahuan yang tidak ada unsur empiris yang menyertainya sedangkan apriori tidak murni menyebutkan bahwa setiap perubahan itu memiliki sebab, karena perubahan merupakan konsepsi yang hanya dapat diperoleh dari pengalaman.
Fislafat membutuhkan sebuah ilmu pengetahuan yang akan menentukan kemungkinan, prinsip dan jangkauan pengetahuan manusia secara apriori. Ilmu pengetahuan sangat luas cakupannya tetapi bisa dipahami dengan pikiran manusia. Suatu pengetahuan lebih mudah masuk dalam pikiran apabila kita mengalaminya. Tetapi ada satu bidang yang susah atau bahkan tidak bisa dipahami oleh pikiran manusia, yaitu bidang Ketuhanan. Masalah-masalah yang tidak bisa dipahami oleh pikiran manusia tentang Tuhan atau sang pencipta.
Perbedaan antara penilaian analitis dan sintetis. Dalam semua penilaian dimana hubungan antara subjek dengan predikat terkadang dipikirkan. Suatu pernyataan bersifat analitik, jika predikat dari subjek termuat dalam subjek, sebagai contoh, “tongkat itu panjang”. Pernyataan ini benar karena predikat ‘panjang’ terkandung dalam subjek ‘tongkat’. Suatu pernyataan bersifat tidak analitik, jika pernyataan tersebut menambahkan sesuatu yang baru tentang subjek. Pernyataan ini kemudian disebut tidak murni dan disebut sebagai pernyataan sintetik. Sebagai contoh, “Tongkat itu berwarna hitam”.
Suatu pernyataan disebut benar secara apriori, jika kebenarannya ditentukan sebelum pengalaman, atau tanpa referensi pada pengalaman. Suatu pernyataan disebut benar secara aposteriori, jika pernyataan tersebut ditentukan kebenarannya melalui referensi pada pengalaman. Artinya kebenarannya hanya dapat ditentukan melalui acuan bukti empiris.
Seluruh pernyataan analitik bersifat apriori dengan alasan, bahwa kebenaran logika pernyataan tersebut terlepas dari pengalaman yang kita alami. Pernyataan ini tidak membutuhkan bukti empiris untuk penilaian kebenarannya. Seluruh pernyataan aposteriori dengan sendirinya pasti bersifat sintetik, karena terdapat informasi tambahan pada subjek yang didapatkan melalui pengalaman. Pada pernyataan di atas, misalkan kita mengamati tongkat berwarna hitam, maka pernyataan sintetik ini menambahkan predikat ‘hitam’ yang tidak terdapat pada subjek (didapatkan melalui pengamatan) ke dalam subjek ‘tongkat’. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, adakah pernyataan sintetik yang bersifat apriori? Kant berpendapat bahwa ada pernyataan sintetik yang bersifat apriori, misalnya pernyataan kausalitas. Dalam semua ilmu teoritis tentang akal budi, dalam penilaian sintetis apriori terkandung beberapa prinsip Kant berpendapat bahwa studi filsafat menjadi menarik ketika dihadapkan pada problem apriori sintetik. Dan faktanya, memang kajian filsafat modern selalu berhadapan dengan permasalahan apriori sintetik. Kant berpendapat, bahwa apriori sintetik merupakan sesuatu yang esensial, karena merupakan bagian dari keutuhan nalar kita. Apriori sintetik merupakan kondisi niscaya yang diperlukan agar pengetahuan menjadi mungkin.
Ide dan pembagian ilmu pengetahuan tertentu berdasarkan kritik atas akal budi murni. Ide tentang ilmu pengetahuan tertentu yang dapat disebut sebagai Critique of Pure Reason, karena akal budi adalah kemampuan yang melengkapi kita dengan prinsip-prinsip pengetahuan apriori. Oleh karena itu akal budi murni adalah kemampuan yang berisi prinsip-prinsip untuk memahami hal-hal yang benar-benar apriori. Sebuah organon akal budi murni akan menjadi prinsip-prinsip menurut semua kognisi murni apriori dapat diperoleh. Kita bisa menggangap ilmu kritik atas akal budi murni memiliki sumber yang terbatas seperti halnya dengan Pendidikan bagi system akal budi murni. Kemudian kant menerapkan istilah transcendental untuk semua pengetahuan yang tidak banyak hubungan dengan objek-objek seperti modus kognisi kita terhadap berbagai objek, dimana modus kognisi ini bersifat apriori. Konsepsi ini disebut filsafat transcendental.
Filsafat transedental adalah gagasan tentang ilmu pengetahuan, dimana menggambarkan seluruh rencana secara arsitektonik yang berdasarkan prinsip-prinsip dengan jaminan penuh mengenai validitas dan stabilitas semua bagian yang masuh dalam bangunan. Filsafat transedental merupakan hasil dari filsafat akal budi murni dan hanya bersifat spekulatif karena semua hal yang bersifat praktis sejauh mengandung motif dengan perasaan dan memiliki kognisi empiris. Jika kita membagi ilmu dari sudut pandang yang universal dari sebuah ilmu pengetahuan maka harus memahami doktrin tentang elemen dan yang kedua memahami doktrin metode akal budi murni. Ada dua sumber pengetahuan manusia yang merupakan akar yang tidak diketahui, yaitu akal budi dan pemahaman. Doktrin transcendental mengenai akal budi tentu saja membentuk bagian pertama dari elemen ilmu pengetahuan kita karena kondisi dimana saja objek pengetahuan manusia disampaikan harus mendahului sebelum mereka berpikir.
Komentar
Posting Komentar